Rabu, 11 Juni 2014

PIRAMIDA HUKUM NASIONAL BERDASARKAN TEORI HANS KELSEN DALAM TINJAUANNYA TERHADAP TATA URUTAN PERUNDANG-UNDANG DI INDONESIA



Latar Belakang
Sejak awal pembentukan Negara Republik Indonesia, para pendiri bangsa (founding fathers) telah sepakat memancangkan dasar dan falsafah Negara sampai pada awal kemerdekaan disusunlah suatu kerangka dasar yakni Pancasila dan UUD 1945, di mana sila pertama Pancasila itu adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, dan salah satu Pasal dari UUD 1945 itu yakni Pasal 3 bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum (hasil amandemen). Oleh karena itu pentinya arti dasar Negara itu maka tidak lama setelah munculnya gerakan kebangkitan nasional dikalangan Bangsa Indonesia muncul pulah benih-benih perdebatan pemikiran mengenai dasar Negara yang akan dipakai sebagai dasar penyelenggaraan kegiatan Negara yang akan dimerdekakan.[1]
Masalah Dasar Negara merupakan masalah yang sangat krusial sehingga perdebatan-perdebatan baik didalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia maupun di dalam majelis konstituante menguras energi yang palig banyak dibandingkan dengan perdebatan mengenai masalah lain. Konstitisi atau hukum dasar dalam hal ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republic Indonesia Tahun 1945 atau  merupakan hukum dasar yang harus ditaati oleh seluruh elemen bangsa.
Pasca reformasi 1998 dan diiringi dengan amandemen konstitusi (UUD 1945) struktur ketatanegaraan Republik Indonesia mengalami perubahan mendasar. Pasalnya kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tidak lagi menjadi lembaga negara tertinggi. MPR sebagai badan perwakilan (legislatif) kedudukannya sejajar dengan lembaga negara (tinggi) lainnya. MPR sejajar dengan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), DPD (Dewan Perwakilan Daerah), Presiden dan Wakil Presiden, MA (Mahkamah Agung), MK (Mahkamah Konstitusi), BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), bahkan kedudukan MPR sejajar dengan KY (Komisi Yudisial) sebagai Lembaga Negara.[2]
Itulah salah satu perubahan mendasar  dari struktur ketatanegaraan. Perubahan lainnya yang berpengaruh terhadap format ketatanegaraan adalah tentang tata tata urutan peraturan perundang-undangan. Dimana Ketetapan MPR tidak lagi menjadi bagian dari hierarki perundang-undangan karena jenisnya yang bukan bersifat mengatur. Hierarki atau tata urutan perundang-undangan berdasarkan Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Nomor 10 Tahun 2004, Pasal 7 (1), yaitu: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), dan Peraturan Daerah (Perda).
Dalam faktor daya ikat konstitusi itu digambarkan bahwa penduduk sebuah Negara atau Bangsa yang berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan atau orang-orang lain (bangsa lain) yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban penuh sebagai warga negara dalam suatu negara tertentu. Sedangkan pengertian tentang Negara itu sendiri sangat beraneka ragam.[3]
Hukum dasar atau konstitusi Negara Republik Indonesia adalah karya anak bangsa yang berdaulat untuk menentukan arah bangsa Indonesia dalam kehidupan bernegara olehnya itu dituntut kepada seluruh elemen bangsa ini memiliki dedikasi yang kuat untuk mengisi Kemerdekaan Negara ini dengan tuntunan pancasila dan Undang Undang Dasar tersebut. Roh Bangsa Indonesia adalah Pancasila dan Undang-Undang dasar inilah yang melandasi pembentukan segalah bentuk perundang-undangan yang ada, mulai dari UUD 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Gubernur sampai kepada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia (UU Nomor 12 Tahun 2011).
Struktur dasar ketatanegaraan Indonesia disusun dengan kondisi dan situasi panjang juga mencekam dan beberapa pemikir-pemikir dari bangsa ini terus berpolemik tentang bagaimana seharunya dasar Negara ini hal ini tercatat dalam sejarah pertentangan di tubuh parsiapan kemerdekaan Indonesia sejak Mei 1945 namun ternyata dalam berbagai sumber polemik-polemik tentang masalah tersebut sudah dimulai sejak Tahun 1918. Ini menjadi penjelas betapa masalah dasar Negara itu begitu penting artinya sehingga tidak bisa lepas dari mempersoalkan begitu rencana untuk mendirikan Negara Indonesia tercetus melalui kebangkitan nasional.
Diantara polemik yang terjadi adalah polemik antara Soekarno dengan Muhammad Natsir atau antara polemik hubungan antara Negara dan Agama. Soekarno berpendirian bahwa demi kemajuan Negara maupun agama itu sendiri maka Negara dan Agama harus dipisahkan, sedangkan Natsir berpendirian sebaliknya bahwa hubungan Agama dan Negara harus menjadi satu; artinya agama harus diurus oleh Negara, sedangkan Negara diurus berdasarkan ketentuan ketentuan Agama.[4]
Pandangan diatas menggambarkan bahwa menetapkan hukum dasar dari Negara tidaklah mudah seperti yang kita bayangkan namun pertanyaannya adalah
1.      bagaimana dengan hukum  nasional yang ada setelah merebut kemerdekaan itu;
2.      bagaimana dengan tehnik dan isi dari segala Peraturan Perundang-Undagan yang ada saat ini;
Suatu tata aturan sebagai suatu sistem aturan-aturan tentang prilaku manusia dikemukakan oleh banyak para ahli mereka mendefinisikan sebagai hukum, teori-teori oleh para ahli dijadikan sebagai sumber hukum atau doktrin, siapa yang tidak mengenal filsuf seperti Hans Kelsen dalam Teori Hukum Murni, Jhon Austin dengan aliran hukum positif, Motesqui dengan trias politika, atau Thomas aquines aliran hukum alam atau Abdurahman Thai pada aliran hukum Agama dan masih banyak lagi mereka adalah ilmuan yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang teori atau ilmu hukum. Di Negara Indonesia juga memiiki banyak pakar ilmuan yang memiliki pemahaman hukum yang mendalam.
Perkembangan hukum nasional Negara Republik Indonesia di strukturisasi dalam peraturan perundang-undangan yang terakhir di amandemen dalam Undang-Undang  Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturaran perundang-undangan di dalam ketetuan perundang-undangan tersebut dijelaskan bahwa Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.[5]
Bahwa pemahaman tentang hukum nasional atau kontitusi di Negara ini adalah hal yang sangat mendasar pula maka diperlukan berbagai metode atau tehnik agar hukum nasional kedepan akan lebih baik maka atas dasar tersebut judul dalam penulisan ini adalah:“Piramida Hukum Nasional Indonesia berdasarkan Teori Hans Kelsen, Hans Nawiaski dan berdasar pada UU tentang pembentukan peraturan Perundang-Undangan yaitu Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011”

BAB II
PERUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini adalah
1.    Bagaimanakah teori norma menurut Hans Kelsen serta penggunaan Stufenbau Teori Kelsen terhadap Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan ?
2.    Bagaimana Piramida Hukum Nasional Indonesia berdasarkan Teori Hans Kelsen,Hans Nawiaski dan berdasar pada UU tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011?


[1] Prof.DR.Moh.Mahfud  MD,SH.,S.U”Dasar dan Struktur Ketatanegaraan  Indonesia” edisi revisi, PT.rineka cipta,Jakarta,2001,hal,3.
[2] Sri Soemantri Martosoewignjo, Lembaga Negara dan State Auxiliary Bodies dalam Sistem Ketatanegaraan menurut UUD 1945, dalam Siti Sundari Rangkuti “Dinamika Perkembangan Hukum Tata Negara dan Hukum Lingkungan, Kumpulan Tulisan dalam Rangka Purnabakti, Surabaya, Airlangga Press, 2008, hlm. 197
[3] Prof.DR.H.Dahlan Thaib,S.H.,M.Si.dkk ”Teori dan hukum Konstitusi”,PT.Raja grafindo persada, Jakarta,1999,hlm.75.
[4] Prof.DR.Moh.Mahfud  MD,SH.,S.U”Dasar dan Struktur Ketatanegaraan  Indonesia” edisi revisi, PT.rineka cipta,Jakarta,2001, hlm.4
[5] Undang-undang RI nomor 12 Tahun 2011 tentan pembentukan peraturan perundang-undangan ketentuan umum pasal 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar