Sejak awal pembentukan Negara Republik Indonesia, para
pendiri bangsa (founding fathers)
telah sepakat memancangkan dasar dan falsafah Negara sampai pada awal
kemerdekaan disusunlah suatu kerangka dasar yakni Pancasila dan UUD 1945, di
mana sila pertama Pancasila itu adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, dan salah satu
Pasal dari UUD 1945 itu yakni Pasal 3 bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang
berdasarkan hukum (hasil amandemen). Oleh karena itu pentinya arti dasar Negara
itu maka tidak lama setelah munculnya gerakan kebangkitan nasional dikalangan
Bangsa Indonesia muncul pulah benih-benih perdebatan pemikiran mengenai dasar
Negara yang akan dipakai sebagai dasar penyelenggaraan kegiatan Negara yang
akan dimerdekakan.[1]
Masalah Dasar Negara merupakan masalah yang sangat krusial
sehingga perdebatan-perdebatan baik didalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia maupun di dalam majelis konstituante menguras energi yang
palig banyak dibandingkan dengan perdebatan mengenai masalah lain. Konstitisi
atau hukum dasar dalam hal ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republic
Indonesia Tahun 1945 atau merupakan
hukum dasar yang harus ditaati oleh seluruh elemen bangsa.
Pasca reformasi 1998 dan diiringi dengan amandemen
konstitusi (UUD 1945) struktur ketatanegaraan Republik Indonesia mengalami
perubahan mendasar. Pasalnya kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
tidak lagi menjadi lembaga negara tertinggi. MPR sebagai badan perwakilan
(legislatif) kedudukannya sejajar dengan lembaga negara (tinggi) lainnya. MPR
sejajar dengan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), DPD (Dewan Perwakilan Daerah),
Presiden dan Wakil Presiden, MA (Mahkamah Agung), MK (Mahkamah Konstitusi), BPK
(Badan Pemeriksa Keuangan), bahkan kedudukan MPR sejajar dengan KY (Komisi Yudisial)
sebagai Lembaga Negara.[2]
Itulah salah satu perubahan mendasar dari struktur ketatanegaraan. Perubahan
lainnya yang berpengaruh terhadap format ketatanegaraan adalah tentang tata
tata urutan peraturan perundang-undangan. Dimana Ketetapan MPR tidak lagi
menjadi bagian dari hierarki perundang-undangan karena jenisnya yang bukan
bersifat mengatur. Hierarki atau tata urutan perundang-undangan berdasarkan
Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Nomor 10 Tahun 2004,
Pasal 7 (1), yaitu: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD 1945), Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), dan Peraturan
Daerah (Perda).
Dalam faktor daya ikat konstitusi itu digambarkan bahwa
penduduk sebuah Negara atau Bangsa yang berdasarkan keturunan, tempat
kelahiran, dan atau orang-orang lain (bangsa lain) yang disahkan dengan
undang-undang sebagai warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban penuh
sebagai warga negara dalam suatu negara tertentu. Sedangkan pengertian tentang
Negara itu sendiri sangat beraneka ragam.[3]
Hukum dasar atau konstitusi Negara Republik Indonesia adalah
karya anak bangsa yang berdaulat untuk menentukan arah bangsa Indonesia dalam
kehidupan bernegara olehnya itu dituntut kepada seluruh elemen bangsa ini
memiliki dedikasi yang kuat untuk mengisi Kemerdekaan Negara ini dengan
tuntunan pancasila dan Undang Undang Dasar tersebut. Roh Bangsa Indonesia
adalah Pancasila dan Undang-Undang dasar inilah yang melandasi pembentukan
segalah bentuk perundang-undangan yang ada, mulai dari UUD 1945, Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, Peraturan Gubernur sampai kepada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang
ada di Indonesia (UU Nomor 12 Tahun 2011).
Struktur dasar ketatanegaraan Indonesia disusun dengan
kondisi dan situasi panjang juga mencekam dan beberapa pemikir-pemikir dari
bangsa ini terus berpolemik tentang bagaimana seharunya dasar Negara ini hal
ini tercatat dalam sejarah pertentangan di tubuh parsiapan kemerdekaan
Indonesia sejak Mei 1945 namun ternyata dalam berbagai sumber polemik-polemik
tentang masalah tersebut sudah dimulai sejak Tahun 1918. Ini menjadi penjelas
betapa masalah dasar Negara itu begitu penting artinya sehingga tidak bisa
lepas dari mempersoalkan begitu rencana untuk mendirikan Negara Indonesia
tercetus melalui kebangkitan nasional.
Diantara polemik yang terjadi adalah polemik antara Soekarno
dengan Muhammad Natsir atau antara polemik hubungan antara Negara dan Agama.
Soekarno berpendirian bahwa demi kemajuan Negara maupun agama itu sendiri maka
Negara dan Agama harus dipisahkan, sedangkan Natsir berpendirian sebaliknya
bahwa hubungan Agama dan Negara harus menjadi satu; artinya agama harus diurus
oleh Negara, sedangkan Negara diurus berdasarkan ketentuan ketentuan Agama.[4]
Pandangan diatas menggambarkan bahwa menetapkan hukum dasar
dari Negara tidaklah mudah seperti yang kita bayangkan namun pertanyaannya
adalah
1.
bagaimana dengan hukum
nasional yang ada setelah merebut kemerdekaan itu;
2.
bagaimana dengan tehnik dan isi dari segala Peraturan
Perundang-Undagan yang ada saat ini;
Suatu tata aturan sebagai suatu sistem aturan-aturan tentang
prilaku manusia dikemukakan oleh banyak para ahli mereka mendefinisikan sebagai
hukum, teori-teori oleh para ahli dijadikan sebagai sumber hukum atau doktrin,
siapa yang tidak mengenal filsuf seperti Hans Kelsen dalam Teori Hukum Murni,
Jhon Austin dengan aliran hukum positif, Motesqui dengan trias politika, atau
Thomas aquines aliran hukum alam atau Abdurahman Thai pada aliran hukum Agama
dan masih banyak lagi mereka adalah ilmuan yang memiliki pemahaman yang
mendalam tentang teori atau ilmu hukum. Di Negara Indonesia juga memiiki banyak
pakar ilmuan yang memiliki pemahaman hukum yang mendalam.
Perkembangan hukum nasional Negara Republik Indonesia di
strukturisasi dalam peraturan perundang-undangan yang terakhir di amandemen
dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturaran perundang-undangan di dalam
ketetuan perundang-undangan tersebut dijelaskan bahwa Peraturan
Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang
mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan
Perundang-undangan.[5]
Bahwa pemahaman tentang hukum nasional atau kontitusi di
Negara ini adalah hal yang sangat mendasar pula maka diperlukan berbagai metode
atau tehnik agar hukum nasional kedepan akan lebih baik maka atas dasar
tersebut judul dalam penulisan ini adalah:“Piramida Hukum Nasional Indonesia
berdasarkan Teori Hans Kelsen, Hans Nawiaski dan berdasar pada UU tentang
pembentukan peraturan Perundang-Undangan yaitu Undang-Undang Negara Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2011”
BAB II
PERUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalah dalam penulisan ini adalah
1. Bagaimanakah
teori norma menurut Hans Kelsen serta penggunaan Stufenbau Teori Kelsen
terhadap Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan ?
2. Bagaimana
Piramida Hukum Nasional Indonesia berdasarkan Teori Hans Kelsen,Hans Nawiaski
dan berdasar pada UU tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu
Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar